Saturday, November 29, 2008

shaRing pictuRes

Some month ago I decided to (again) enjoy my life. Well, I'd been working for almost 2 years that time, and I hadn't spend my money quite much for myself (I think). And so, I thought it was time to try something new.

Snorkeling, around Kepulauan Seribu (or Thousand Islands in english). Yippie!

I didn't have a camera (until now actually), so I could only use my handphone to take some pictures. Sorry if they're kind of blur or something :D

Of course you can't take some pictures while you are snorkeling, hahahaha... First picture is "bulu babi" (dunno how to translate), at "keramba" (a place for ... fishing? ouch, my english is very bad...) near Pulau Pramuka (or Scout Island if you want to translate :D). Second one is also "bulu babi".

No, there's no story this time. Just wanna share some pictures :)


@Grey, Nov 29, 2008

Saturday, October 25, 2008

beautY

Betapa relatifnya arti kecantikan.

Sekarang, yang dinamakan cantik mungkin adalah tubuh langsing, tinggi, bak foto model.

Dulu, yang dianggap cantik mungkin adalah tubuh yang gemuk, menandakan kesuburan.

Waktu main ke Malaka beberapa waktu lalu, aku diantar melihat sisa-sisa standar kecantikan di Cina sampai awal abad 20. Sayang aku tak punya fotonya.

http://en.wikipedia.org/wiki/Footbinding
http://www.sfmuseum.org/chin/foot.html

Bukan kaki orangnya, melainkan sepatunya. Bahkan mereka tidak mau melihat bagaimana kaki-kaki itu rusak. Mereka tidak ingin melihat kaki para perempuan ini tanpa sepatu. Sepatu yang kecil mungil itulah yang menjadi standar kecantikan.

Kecantikan itu relatif. Relatif terhadap waktu. Relatif terhadap lokasi. Relatif terhadap standar masyarakat. Jadi tak perlu lah menyiksa diri demi kecantikan. Just be yourself!

@Grey, 281008

Friday, July 11, 2008

a CaN

Akhir minggu lalu, pergi ke Bandung dengan cara yang sungguh tragis. Berdiri selama 3 jam di perbatasan antar-gerbong KA.

Selama satu jam pertama di siang menjelang sore itu, kaki masih kuat, badan masih cukup segar, walaupun perut kosong sejak pagi.

Satu jam berikutnya, mata mulai berkunang-kunang, kepala mulai pening. Posisiku yang berada di perbatasan antar-gerbong, atau dengan kata lain ada di depan toilet, membuatku enggan memesan makanan. Namun, tubuh yang mulai kelelahan mulai menuntut saat nasi goreng (beserta pembawanya tentu saja) berjalan dari gerbong ke gerbong di depan mata. Akhirnya aku menyerah dan membeli sekaleng pocari sweat (numpang iklan-red) untuk setidaknya mendapatkan sedikit tenaga.

Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan isinya tentu saja. Dan, sambil celingukan menunggu petugas lewat, kaleng kosong itu pun kutimang-timang saja.

Seorang lelaki bernasib sama denganku menatapku dan bertanya, "Mau dibuang ya Mbak?" Aku mengangguk. Dia mengulurkan tangan. Kupikir sekilas, ah, baik sekali orang ini, membantuku membawakan sampah.

Sedetik kemudian, kaleng kosong itu pun lenyap, dibuang keluar melalui celah antar-gerbong.


-Avalanche, 110708-

Monday, May 12, 2008

beinG Down

I hate being down.

Almost four months, and I'm still down. What a bad day i had back then.

*Somebody, save me!

~Seoul, May 12, 2008~

Saturday, April 26, 2008

INDONESIAN students vs KOREAN students

"Maya, students here, in Korea, study really really hard..."

"Every day? Every year?" I cut it.

"Yes, every day, every year. How about students in your country?"

After 15 seconds thinking, I replied,
"Students in Indonesia? We study only in our final year."


~@ Seoul, April 26, 2008, 10.23 p.m.~

Monday, February 25, 2008

lanGuaGe

Seorang teman mengirimkan email ke milis menanyakan maksud sebuah paragraf yang dikritik dalam kolom bahasa satu surat kabar Indonesia. Begini paragraf yang dimaksudkannya:

"Jika diskursivitas cenderung pada narsisisme pikiran, maka narasi empatis dalam kritik akan mencairkan kemampatan dan koersivitas opini, dengan cara terus mengayuhkan seluruh muatan nalar dalam tulisan ke wilayah ayunan leksikalnya, untuk menunjukkan kekenyalan dan keleluasaan imajinatif tulisan."

Saya pernah "bermain" (tidak sampai berkecimpung dan berkubang sepenuhnya) di dunia jurnalistik, total sekitar 5 tahun dihitung sejak saya masuk sie jurnalistik di SMA saya. Saya tahu orang-orang pers adalah orang terdepan menghadapi bahasa dan perkembangannya, tentu saja selain sastrawan dan kritikus sastra. Tetapi, bahkan sampai saat ini pun, saya paling menghindari keharusan menggunakan (dan membaca, dan mendengar) kata-kata yang saya sebut sebagai kata-katanya "bahasa dewa".

Saya masih menganggap bahasa adalah alat komunikasi. Bahasa lisan, bahasa tulis, bahasa tubuh. Saat komunikator tak mampu menyampaikan maksudnya kepada komunikan, saat itu juga bahasa gagal memenuhi fungsinya.

Bahasa menunjukkan bangsa. Namun, alangkah baiknya jika bangsa tidak merasa asing dengan bahasanya sendiri.


@Avalanche, 2:13 PM 11/8/2006 minus satu jam

Monday, February 18, 2008

sMS

Tadi siang, seorang teman mengirimkan aku sms ini (kukutip sesuai aslinya):

Suatu hR 'ciNta' brtanya kPd 'prsahabatan',"knp kau ada,pdhL sdh adA aku?" 'pRsahabatan menjwb,"untuk memberikan senyuman,saat cinta mEmberimu kesedihaN.."

Kadang kupikir, apa temen-temenku punya indra keenam ya? :)

@Avalanche, 130208