Thursday, April 16, 2009

eLectioN

Mendarat di bandara Adisucipto sekitar jam 8.30 malam, terlambat setengah jam dari jadwal. Well, biasalah... lalu pesan taksi.
.
"Pemilu mau nyontreng apa Mbak?" sang supir taksi bertanya.

"Hoo... ada lah Pak... "

"Wah, kalau jaman sekarang sudah ga ada Mbak yang namanya luber. Makanya saya berani tanya Mbak. Kalau saya sih pilih SBY (maap sebut merek, biar gampang - red)."

"Wah... berarti pilih Demokrat dong Pak."

"Ya... Demokrat atau apa, pokoknya yang ada Pak SBY nya."

Hmm... andaikan dia fans Mega, berarti dia pilih PDIP. Andaikan dia fans JK, berarti Golkar lah yang dia contreng ketika pemilu hari berikutnya. Kalau mendadak Mega dan SBY tukeran partai, ya pendukung partainya ikut tukeran.

Partai dipilih berdasarkan kharisma tokohnya. Bukannya sikap politik, bukannya pandangan politik, dan bukannya tindakan politik partai itu sendiri. Lalu batasan antara tokoh politik dan partai politik menjadi bias.

Toh, semua partai mengajukan program abstrak yang sama. Tidak ada bedanya. Tidak menarik. Apa yang bisa dipilih dari 100 apel dengan warna sama?

Paling-paling baunya.

Kalau belum tercium bau busuk, ya berarti si apel masih bisa dimakan.

~layla, 160409~