Friday, July 11, 2008

a CaN

Akhir minggu lalu, pergi ke Bandung dengan cara yang sungguh tragis. Berdiri selama 3 jam di perbatasan antar-gerbong KA.

Selama satu jam pertama di siang menjelang sore itu, kaki masih kuat, badan masih cukup segar, walaupun perut kosong sejak pagi.

Satu jam berikutnya, mata mulai berkunang-kunang, kepala mulai pening. Posisiku yang berada di perbatasan antar-gerbong, atau dengan kata lain ada di depan toilet, membuatku enggan memesan makanan. Namun, tubuh yang mulai kelelahan mulai menuntut saat nasi goreng (beserta pembawanya tentu saja) berjalan dari gerbong ke gerbong di depan mata. Akhirnya aku menyerah dan membeli sekaleng pocari sweat (numpang iklan-red) untuk setidaknya mendapatkan sedikit tenaga.

Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan isinya tentu saja. Dan, sambil celingukan menunggu petugas lewat, kaleng kosong itu pun kutimang-timang saja.

Seorang lelaki bernasib sama denganku menatapku dan bertanya, "Mau dibuang ya Mbak?" Aku mengangguk. Dia mengulurkan tangan. Kupikir sekilas, ah, baik sekali orang ini, membantuku membawakan sampah.

Sedetik kemudian, kaleng kosong itu pun lenyap, dibuang keluar melalui celah antar-gerbong.


-Avalanche, 110708-