Friday, July 07, 2006

"bunga rumput"

serdadu berdiri tegak di gerbang pagar jala
saat disadari gadis kecil tersenyum padanya
dengan mata bening muka jernih
dan terselip tanya, "mengapa begini?"

serdadu tak 'geming di gerbang pagar jala
saat terlihat gadis kecil hampiri dirinya
dan terdengar raung sakit tawanan
jadi makanan buat telinganya seharian

heran sang serdadu
jelas tampak dari kelam matanya
saat tangan gadis kecil terulur
dengan bunga-bunga rumput terangkum

raut bengisnya pudar
dan segala rasa 'putar
tatap mata bening muka jernih
dan terselip tanya, "mengapa begini?"

serdadu berdiri tegak di gerbang pagar jala
saat teringat 'kan sang komandan
buat raut bengisnya kembali
dan perputaran rasa terhenti

serdadu bergeming di gerbang pagar jala
kokang senjata laras panjang
semakin keras raung sakit tawanan
jadi makanan buat telinganya seharian

gadis kecil dengan mata bening muka jernih
tangan terulur dengan bunga rumput terangkum
dicatat baik-baik dalam bisu
disembunyikan di antara relung nurani nan beku

letusan, nyala kembang api
dan gadis kecil pun roboh ke bumi

raut bengisnya kembali pudar
dan segala rasa ikut 'putar
tatap mata bening muka jernih
dan terselip tanya, "mengapa begini?"

ratapan sang serdadu merapuh
rayapi ruang-ruang berjeruji besi
buat segenap penjaga tertegun
dan raung tawanan terhenti

"jika tanganku ini terlalu kotor, gadis kecil,
tak boleh 'tuk sekedar kuburkanmu,
dengan apakah harus kucuci agar kembali bersih?

apakah air mata bergantang-gantang
yang jadi embun di ujung pagi,
atau perasan bunga rumput dari ladang
yang mengalir darimu basahi bumi?"

gadis kecil diam
cahaya kedua matanya padam
ratapan sang serdadu terhenti perlahan
rangkum bunga-bunga rumput terserak

serdadu berdiri tegak di gerbang kesengsaraan
tak 'geming di gerbang penderitaan
terdengar raung sakit tawanan
jadi makanan buat telinganya seharian


-yogyakarta, 2/22/2001

tHe caT aGain

Kucing itu lagi-lagi tidur tepat di depan pintu membuatku tak bisa memasukkan motor karena enggan mengganggunya. Nyenyak dan damai sekali raut wajahnya. Ehm....

@Faiz's brain, satu setengah jam setelah berhasil masuk rumah

Monday, July 03, 2006

reaDing a bOOk

Setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam hal membaca buku. Kalau aku, aku hanya akan menangkap apa yang penting dari suatu paragraf. Aku tak pernah mengingat suatu kalimat. Yah, mungkin saja karena ingatan jangka panjangku memang payah, ditambah lagi aku ini pemalas.

Menurutku, bagaimana kita membaca buku tergantung pada buku apa yang kita baca. Membaca textbook tentunya berbeda dengan membaca novel. Kalau membaca textbook, aku lebih sering mencari dulu rumus akhirnya. Kalau baru rajin (dan ini jarang sekali), barulah aku membaca bagian penurunan rumusnya. Ini pun tergantung. Kalau penurunan rumusnya terlalu rumit untuk mata dan otakku, mending langsung tutup bukunya, hehe.... Membaca novel, aku akan menikmati setiap katanya, berusaha memahami dan menggambarkannya di otak. Hal ini masih berlaku pada semua novel yang kubaca kecuali Da Vinci Code dan Angels and Demons (ah, benarkah judulnya?). Kenapa dengan dua buku ini? Yah... kuakui, bahasa Inggrisku masih payah. Padahal, dalam kedua buku ini, tempat dan peristiwa dideskripsikan dengan begitu detil. Adapun untuk semua buku selain textbook dan novel, aku menggunakan cara yang kukatakan sebelumnya, baca dan tangkap apa maksudnya.


Mungkinkah cara kita membaca buku juga akan sama dengan cara kita membaca manusia? Aku sendiri merasa aku begitu. Dari orang-orang di sekelilingku, aku hanya menangkap apa yang umum darinya. Tak ada detil. Aku tidak bisa membaca manusia dengan detil. Aku hanya memahaminya sebagai karakter manusia yang bersangkutan. Mungkin benar kata temanku, aku hanya melihat apa yang baik dari seseorang. Itu membuatku mempunyai banyak teman, tapi karena itu juga tidak ada teman yang cukup dekat denganku. Yep, i do understand what she meant.

Kelemahanku adalah pada akhirnya aku hanya bisa menduga-duga. Aku paham itu, karenanya aku jarang (atau mungkin tak pernah) menghakimi. Mana bisa menghakimi kalau aku sendiri tidak mengetahui dengan pasti apa yang dihakimi?

Bertahun-tahun lalu seorang teman bertanya padaku, pertanyaan yang aneh sehingga aku masih mengingatnya.

"May, kok kamu bisa ngobrol sama dia?"

Aku bengong, benar-benar bingung.

"Lah, emang kenapa?"
"Dia kan jarang ngomong sama perempuan."
"Ha? Oh ya? Masa sih?"
"Iya. Dia kan alim."

Heh? So? Jadi inget omongan temenku beberapa bulan lalu: lha kamu kan bukan cewek :)) felt honored for your opinion, bro ;)

"Oh, kami nggak sering ngobrol kok. Tadi kebetulan aja emang ada yang harus diomongin."
"Oh..."

Temanku manggut-manggut menerima. Heh, kita semua kan teman... aren't we?